Jika berbicara mengenai fiqih islam, cakupannya begitu luas
dan begitu kompleks. Umat islam di Indonesia memiliki pandangan yang berbeda-beda
mengenai fiqih ini. Misalnya, persoalan penentuan tanggal-tanggal penting dalam
islam yang tidak jarang selalu berbeda antara ormas satu dan ormas yang
lainnya. Tidak hanya di Indonesia saja, tetapi dunia internasional pun
mengalami hal ini karena sebagai umat islam, kita tidak mempunyai satu kalender
untuk menyatukan umat seluruh dunia. Salah satu penyebab tidak adanya kalender
pemersatu umat tersebut adalah karena perbedaan masalah dalam fiqih. Fiqih itu
bersumber dari Al-Qur’an dan Ash-Sunah dengan melalui ijtihad para ulama.
Setelah para Ulama dan tokoh-tokoh Islam terdahulu melakukan ijtihad, hasilnya pun sangat
beragam.
Umat Islam dalam berbagai penjuru dunia masih berpandangan bahwa
penentuan tanggal itu hanya memakai rukyat, maka sampai kapanpun kalender islam tidak
akan pernah ada. Padahal rukyat itu hanyalah sebuah cara. Misalnya kita memakai
batik, baju taqwa, sarung itu merupakan cara menutup aurat kita disini. Sedangkan
dahulu Rasulullah SAW tidak pernah memakai batik. Contohnya lagi adalah pada peperangan
Rasulullah SAW berperang pakai pedang, namun di Indonesia orang jawa berperang
menggunakan keris. Tetapi substansi dari pedang dan keris itu adalah senjata.
Dulu Rasulullah SAW memakai jubah dan sorban, Ini hanya sekedar cara berpakaian
saja dan bukan masalah pakaian apa yang digunakan. Misalnya lagi kita sekarang memakai
peci hitam, rasulullah dulu memakai sorban. Namun, fungsi sorban saat itu bukan
hanya untuk menutup kepala tetapi juga untuk melindungi hidung agar tidak
terkena debu padang pasir. Saat badai gurun terjadi di Arab, semua orang di Arab
memakai kerudung atau cadar serta sorban yang berfungsi untuk melindungi hidung
dan mata dari debu dan juga bisa digunakan untuk sholat.
Lantas, darimana landasan pemikiran seperti itu? Jawabanya tidak
lain dan tidak bukan adalah Al-Qur’an dengan Ash-Sunah. Jadi, simpulan diatas
bukan simpulan yang tiba-tiba muncul, melainkan Rasulullah SAW sudah
mengajarkan sejak dahulu. Hal ini dibuktikan dalam sebuah riwayat yang
menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah mengutus sahabat untuk memata-matai
yahudi Bani Quraitah. Sebelum keberangkatan ke bani quraitah, Rasulullah SAW
berpesan pada sahabat yaitu “tidak boleh sholat ashar kecuali di Bani Quraitah”.
Dipertengahan jalan, pimpinan dari sahabat tersebut membacakan pesan Rasulullah
SAW tadi, sehingganya para sahabat bergegas memacu kudanya menuju Bani Quraitah.
Namun ketika waktu sholat ashar tinggal sepertiga dan hampir habis,
sahabat-sahabat tersebut belum juga sampai di Bani Quraitah. Oleh karena itu, Ada
seorang sahabat yang usul untuk sholat ashar di perjalanan saja. Sebagian
sahabat menolak karena tetap berpegang teguh pada pesan Rasulullah SAW tadi. Akhirnya
sebagian sholat di perjalanan dan sebagian melanjutkan perjalanan. Ketika
sampai di Bani Quraitah shalat ashar kelompok yang menolak sholat di perjalanan
tadi hampir telat dan serasa sudah magrib. Manakah diantara 2 kelompok ini yang
benar?
Ketika hal ini disampaikan kepada Rasulullah SAW, Rasul
membenarkan 2 kelompok tersebut. Untuk yang shalat di Bani Quraitah benar karena
menjalankan sesuai dengan pesan nabi, dan yang shalat di perjalanan juga benar
karena menjalankan shalat ashar di waktu yang sesuai. Sahabat yang shalat ashar
di Bani Quraitah memahami pesan Nabi hanya seharfiah isinya saja. Sedangkan para
sahabat yang shalat di perjalanan memahami pesan Nabi dengan melampaui bunyi
harfiahnya yaitu mereka mampu memahami substansi dari pesan Nabi tersebut yang
pada intinya perjalanan harus disegerakan agar bisa sampai di Bani Quraitah
pada waktu ashar.
Bagaimana dengan hisab dan rukyat? Ketika ada seorang ustad
mengatakan bahwa sudah jelas islam mengajarkan kita pakai rukyat (ulama)
berdasarkan hadis Buchori Muslim dari Abdullah Bin Abbas. “Berpuasalah karena
merukyat awal bulan, beridul fitrilah kalian karena merukyat awal bulan”. Tapi ketika
hilal belum terlihat, maka nabi mengajarkan untuk menyempurnakan hitungan bulan yang
sudah berjalan sebanyak 30 hari. Pemahaman seperti itu dengan hanya membaca 1
hadist seperti itu tampaknya memang benar. Tapi ada masih hadist lain lagi yang
menurut penelitian lebih shahih dibandingkan hadist yang pertama. Karena hadist
ini diriwayatkan oleh sahabat yang lebih senior. Dan diduga ada satu kalimat
yang bukan dari Nabi tapi dari rawi dan rawi tersebut mampu untuk
menransfer pesan Nabi dengan baik. Dalam hadist yang kedua terdapat kata Fakdurulahu
(hitunglah). Sebenarnya Al-Qur’an sudah menyebut Hisab tapi Nabi lebih memilih
rukyat, karena pada zaman dulu umatnya belum tau apa itu hisab. Bangsa arab
dahulu belum punya tradisi menulis dan menghitung, makannya tidak diterapkan
sistim hisab pada jaman Nabi. Tapi Nabi mengatakan kalau umat sudah bisa
menghitung seperti sekarang ini, maka bisa pakai hisab.
Sumber :
Kajian Ahad Pagi (Islamic Center Masjid UAD) Oleh : Ust. H. Wawan Gunawan, Lc, M.Ag
Tidak ada komentar:
Posting Komentar