Dalam kehidupannya, yang namanya manusia pasti kebanyakan
tidak pernah mensyukuri nikmat yang telah diberikan Tuhan. Selalu ingin lagi,
selalu ingin tambah, dan selalu ingin melebihi manusia yang lain. Itulah
manusia. Hal ini jika dikaitkan dengan ekonomi dan bisnis tentu sangat erat
kaitannya. Kehidupan pasti sangat erat hubungannya dengan ilmu-ilmu sosial,
sedangkan ekonomi merupakan bagian dari ilmu sosial yang paling berpengaruh
pada kehidupan manusia. Kembali ke masalah bersyukur, manusia dalam melakukan
kegiatan ekonomi yang menghasilkan keuntungan, kebanyakan pasti tidak akan
merasa puas. Itulah penyebab pertama mengapa banyak terjadi
pelanggaran-pelanggaran norma dan etika dalam berbisnis atau melakukan kegiatan
ekonomi. Penyebab kedua mengenai hal ini adalah terdapatnya sumber daya yang
terbatas dalam suatu wilayah. Mungkin di Indonesia, ada beberapa daerah yang
memiliki sumber daya alam begitu melimpah, tetapi sayangnya hal ini tidak
disikapi secara bijak oleh para pemimpin dan pelaku-pelaku ekonomi utama di
negeri ini. Hal ini menyebabkan banyak terjadi eksploitasi sumber daya alam
yang sangat meresahkan masyarakat. Ketiga adalah karena kurangnya kesadaran
masyarakat dan pelaku ekonomi tentang bagaimana menjaga lingkungan dan
keseimbangan ekosistem. Penyebab keempat adalah peraturan dan kebijakan Negara
maupun daerah yang tidak pro terhadap masyarakat serta lingkungan dan cenderung
banyak terdapat kepentingan-kepentingan politik didalamnya. Selain itu
kurangnya kontrol dari pemerintah maupun daerah juga sangat berpengaruh
terhadap maraknya eksploitasi tanpa ada izin yang jelas. Itulah menurut saya
beberapa penyebab mengapa banyak sekali pelanggaran etika dan norma dalam
bisnis di Negara ini.
Indonesia merupakan Negara yang sangat kaya akan sumber daya
alam dari hasil pertambangannya. Pertambangan pada dasarnya adalah usaha
pemanfaatan sumber daya alam berupa bahan-bahan galian yang terkandung di dalam
dan di permukaan bumi. Ada banyak jenis-jenis benda yang disebut barang tambang
yang dihasiltan dari pertambangan tanah air ini antara lain Minyak Bumi, Gas
Bumi, Batu Bara, Timah, Bijih Besi, Tembaga, Mangan, Nikel, Bauksit, Emas,
Perak, Aspal Alam, dan masih banyak lagi. Di Indonesia sudah banyak terdapat
perusahaan tambang yang bersaing untuk melakukan penambangan di lokasi-lokasi
tertentu untuk menghasilkan keuntungan yang besar. Baik perusahaan besar maupun
perusahaan kecil, mereka terus berusaha untuk mencari tempat-tempat strategis
yang memiliki sumber daya alam sesuai jenis apa yang dicari perusahaan. Hal ini
membuat masalah exploitasi di negeri ini terus bertambah, karena tidak sedikit
perusahaan yang tidak memiliki izin dengan jelas dan mengikuti
prosedur-prosedur yang ada. Sebagai contoh terdapat sedikitnya 386 tambang
galian yang beroperasi di bantaran Sungai Batanghari. Dari jumlah itu, hanya
125 saja yang memiliki izin resmi dari pemerintah kabupaten Batanghari.
Sedangkan sebanyak 261 tambang lainnya tidak memiliki izin atau ilegal. Kebanyakan
tambang galian illegal itu beraktivitas menambang emas tanpa izin. Keberadaan
tambang illegal ini tentu saja merugikan pemerintah. Karena, setiap pengurusan
izin galian dikenakan biaya oleh pemerintah dan berlaku selama 6 bulan serta
harus diperpanjang dengan nilai yang sama untuk 6 bulan berikutnya. Selain
pemerintah, yang dirugikan disini adalah masyarakat, lingkungan, dan ekosistem
yang ada. Karena tujuan pemerintah membuat peraturan perizinan untuk tambang
salah satunya adalah agar jumlah penambang dapat di kontrol sehingga lingkungan
dan ekosistem dapat terjaga.
Kejadian tersebut diatas hanyalah sebagian kecil saja,
sedangkan masih banyak lagi praktek-praktek penambangan yang merugikan banyak
pihak di negei ini. Salah satunya yang terbesar adalah mengenai PT Freeport
Indonesia. Siapa yang tak kenal PT Freeport yang notabene sebagai perusahaan
tambang besar di Indonesia. PT Freeport Indonesia merupakan potret nyata bagi
sektor pertambangan di Indonesia. Keuntungan ekonomi yang dibayangkan
masyarakat tidak seperti yang dijanjikan. Sebaliknya, kondisi lingkungan dan
masyarakat di sekitar lokasi penambangan terus memburuk dan banyak menuai
protes akibat berbagai pelanggaran hukum dan HAM, dampak lingkungan, serta
pemiskinan rakyat sekitar. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sempat
berusaha membuat laporan untuk mendapatkan gambaran terkini mengenai dampak
kerusakan lingkungan di sekitar lokasi pertambangan PT Freeport Indonesia. Hingga
saat ini sulit sekali bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jelas
dan menyeluruh mengenai dampak kegiatan pertambangan skala besar di Indonesia
tersebut. Ketidakjelasan informasi tersebut akhirnya berubah menjadi konflik
yang sering berujung pada kekerasan, pelanggaran HAM, dan korbannya kebanyakan
masyarakat sekitar tambang. Negara gagal memberikan perlindungan dan menjamin
ha katas lingkungan yang baik bagi masyarakat, namun dilain pihak memberikan
dukungan penuh kepada PT Freeport Indonesia, yang dibuktikan dengan pengerahan
personil militer dan pembiaran kerusakan lingkungan.
Dampak terhadap lingkungan kegiatan pertambangan skala besar
secara kasat mata pun sering membuat kalangan awan tercengang dan
bertanya-tanya, apakah hukum berlaku bagi pencemar yang diklaim menyumbang
pendapatan negaNegaratinya sungai Aijkwa, Aghawagon, dan Otomona, tumpukan
batuan limbah tambang dan lainnya yang ditotal mencapai 840.000 ton dan matinya
ekosistem di sekitar lokasi pertambangan merupakan fakta kerusakan dan kematian
lingkungan yang nilainya tidak akan dapat tergantikan sampai kapanpun.
Kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar PT Freeport Indonesia juga
mencerminkan kondisi pembiaran pelanggaran hokum atas nama kepentingan ekonomi
dan desakan politis yang menggambarkan digdayanya kuasa korporasi.
Jenis pelanggaran yang dilakukan PT Freeport Indonesia adalah
pelanggaran hukum dan HAM. Pencemaran lingkungan di sekitar lingkungan
pertambangan seperti matinya beberapa sungai, ratusan ribu ton tumpukan limbah
dan matinya ekosistem di sekitar lokasi pertambangan. Pelanggaran HAM seperti
pemiskinan rakyat sekitar. Pelaku dari pencemaran lingkungan dan pelanggaran
HAM ini adalah PT Freeport itu sendiri. Pemerintah sudah memberikan peraturan
lingkungan kepada PT Freeport namun PT Freeport telah gagal mematuhi peraturan
pemerintah untuk memperbaiki praktik pengelolaan limbah berbahaya terlepas
rentang tahun yang panjang dimana sejumlah temuan menunjukkan perusahaan telah
melanggar peraturan lingkungan. Kementerian lingkungan hidup tak kunjung
menegakkan hokum karena PT Freeport memiliki pengaruh politik dan keuangan yang
kuat pada pemerintah.
Dampak Pelanggaran PT.
Freeport
Tailing sungai PT Freeport akan merusak hutan bakau seluas 21
sampai 63 km2 akibat sedimentasi. Kanal-kanal muara sudah tersumbat tailing dan
dengan cepat menjadi sempit dan dangkal. Kekeruhan air muara pun telah jauh
melampaui standar di Australia, sehingga dapat menghambat proses fotosintesa
perairan. Logam dan tailing menyebabkan kontaminasi pada rantai makanan di
muara sungai Ajkwa. Daerah yang dimasuki tailing Freeport menunjukkan kandungan
logam berbahaya yang secara signifikan lebih tinggi dibanding muara-muara
terdekat yang tidak terkena dampak. Logam berbahaya tersebut adalah tembaga,
arsenic, mangan, timbal, perak, dan seng. Satwa liar di daerah hutan bakau
terpapar logam berat karena mereka makan tanaman dan hewan tak bertulang
belakang yang menyerap logam berat dari endapan tailing, terutama tembaga.
Taman Nasional Lorenz yang terdaftar sebagai warisan dunia wilayahnya
mengelilingi daerah konsesi Freeport. Untuk melayani kepentingan tambang, luas
taman nasional telah dikurangi. Kawasan pinus pada situs warisan dunia ini
terkena dampak air tanah yang sudah tercemar buangan limbah batuan yang
mengandung asam dan tembaga dari tailing Freeport. Sementara, kawasan pesisir
situs warisan dunia ini juga terkena dampak pengendapan tailing. Tailing
tambang meliputi 230 km2 daerah, dan pada kedalaman hingga 17 meter. Daerah
tailing ini kekurangan karbon organik dan gizi lainnya dan dengan kapasitas
menahan air yang sangat buruk. Kawasan ada yang telah mengalami kematian
tumbuhan akibat tailing tidak akan pernah bisa kembali ke komposisi spesies
semula meski pembuangan tailing berhenti. Spesies asli yang bisa tumbuh kembali
di tumpukan tailing tidaklah berguna bagi masyarakat setempat. Selain tidak
berguna, juga tidak bisa menggantikan keberagaman spesies asli yang dulunya
hidup di kawasan itu.
PT Freeport Indonesia beroperasi tanpa transparasi atau
pemantauan peraturan yang layak. Tidak ada informasi atau diskusi publik
tentang pengelolaan saat ini dan masa depan di tambang. Selain itu juga tidak
ada pembahasan mengenai alternative pengelolaan limbah dan rencana proses
penutupan tambang. Terlepas dari keharusan legalitas untuk menyediakan akses
public terhadap informasi terkait lingkungan, perusahaan belum pernah
mengumumkan dokumen-dokumen pentingnya. PT Freeport juga tidak pernah
mengumumkan laporan audit eksternal independen sejak tahun 1999. Dengan
demikian perusahaan melanggar persyaratan ijin lingkungan.
Pelanggaran yang dilakukan PT Freeport ini sudah tergolong
berat dan tidak manusiawi sekali. Mulai dari pengerusakan alam, pencemaran
lingkungan, merusak ekosistem, hingga pelanggaran-pelanggaran HAM terhadap
warga sekitar pertambangan. PT Freeport seharusnya harus bisa menjaga dan
melestarikan lingkungan sekitar tambang dan itu merupakan sebuah kewajiban
mutlak. Karena PT Freeport telah menggunakan sumber daya alam yang berasal dari
bumi dan memanfaatkannya sebagai lahan bisnis besar. Tanggung jawab terhadap
lingkungan haruslah dilakukan oleh PT Freeport Indosesia untuk menjaga
keberlangsungan perusahaan dan juga keberlangsungan lingkungan yang baik
tentunya. Dengan regulasinya, pemerintah seharusnya lebih menekankan untuk
menjaga dan memikirkan jangka panjang dalam hal pengambilan asset nusantara
ini. Selain tanah papua, Kalimantan juga sudah lama diketahui memiliki kekayaan
tambang yang banyak menjadi incaran para perusahaan asing. Tidak hanya PT
Freeport Indonesia saja yang harus ditangani serius, melainkan masih banyak
juga perusahaan-perusahaan tambang lain yang kurang menjaga kelestarian
lingkungan dan cenderung merusaknya. Hal ini banyak ditemui pada
perusahaan-perusahaan tambang yang memiliki izin tidak jelas bahkan tidak
mempunyai izin sama sekali.
Kasus tersebut dapat terjadi karena kurangnya kontrol dari
pemerintah terhadap pernambang-penambang yang mengadakan eksploitasi di bumi
nusantara ini. Selain itu, pelaksanaan kententuan hukum yang berlaku terhadap
penggalian tambang secara illegal masih setengah-setengah. Karena apa yang
dilakukan oleh pelaku dapat merugikan pendapatan dalam suatu daerah dan
rusaknya lingkungan. Seharusnya untuk menangani permasalahan ini peran
pemerintah sangat dibutuhkan karena masalah perizinan hanya bisa dibuat oleh
pemerintah atau Badan Hukum yang bersangkutan. Selain itu sosialisasi tentang
bagaimana pentingnya perizinan dalam melakukan sesuatu yang berdampak pada
lingkungan sangatlah penting. Sebagai penegak hukum, seharusnya masalah-masalah
seperti ini harus ditangani secara serius, karena permasalahan yang berkaitan
dengan penambangan baik masalah lingkungan, perizinan, maupun perusahaan
tambang illegal sangat sulit ditangkap ataupun dikenali.
Sesuai dengan fungsinya, sebuah bisnis yang baik harus
memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Nantinya, jika sebuah bisnis memiliki
etika dan tanggung jawab sosial yang baik, bukan hanya lingkungan makro dan
mikronya saja yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga penambang itu
sendiri. Oleh karena itu, sebuah bisnis harus mementingkan yang namanya etika
bisnis. Agar ketika dia menjalani bisnisnya, tidak merugikan pihak manapun.
Para pelaku bisnis harus mempertimbangkan standar etika demi kebaikan dan
keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar