Minggu, 29 November 2015

Pertambangan Indonesia: Syarat Akan Pelanggaran Etika

Dalam kehidupannya, yang namanya manusia pasti kebanyakan tidak pernah mensyukuri nikmat yang telah diberikan Tuhan. Selalu ingin lagi, selalu ingin tambah, dan selalu ingin melebihi manusia yang lain. Itulah manusia. Hal ini jika dikaitkan dengan ekonomi dan bisnis tentu sangat erat kaitannya. Kehidupan pasti sangat erat hubungannya dengan ilmu-ilmu sosial, sedangkan ekonomi merupakan bagian dari ilmu sosial yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Kembali ke masalah bersyukur, manusia dalam melakukan kegiatan ekonomi yang menghasilkan keuntungan, kebanyakan pasti tidak akan merasa puas. Itulah penyebab pertama mengapa banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran norma dan etika dalam berbisnis atau melakukan kegiatan ekonomi. Penyebab kedua mengenai hal ini adalah terdapatnya sumber daya yang terbatas dalam suatu wilayah. Mungkin di Indonesia, ada beberapa daerah yang memiliki sumber daya alam begitu melimpah, tetapi sayangnya hal ini tidak disikapi secara bijak oleh para pemimpin dan pelaku-pelaku ekonomi utama di negeri ini. Hal ini menyebabkan banyak terjadi eksploitasi sumber daya alam yang sangat meresahkan masyarakat. Ketiga adalah karena kurangnya kesadaran masyarakat dan pelaku ekonomi tentang bagaimana menjaga lingkungan dan keseimbangan ekosistem. Penyebab keempat adalah peraturan dan kebijakan Negara maupun daerah yang tidak pro terhadap masyarakat serta lingkungan dan cenderung banyak terdapat kepentingan-kepentingan politik didalamnya. Selain itu kurangnya kontrol dari pemerintah maupun daerah juga sangat berpengaruh terhadap maraknya eksploitasi tanpa ada izin yang jelas. Itulah menurut saya beberapa penyebab mengapa banyak sekali pelanggaran etika dan norma dalam bisnis di Negara ini.

Indonesia merupakan Negara yang sangat kaya akan sumber daya alam dari hasil pertambangannya. Pertambangan pada dasarnya adalah usaha pemanfaatan sumber daya alam berupa bahan-bahan galian yang terkandung di dalam dan di permukaan bumi. Ada banyak jenis-jenis benda yang disebut barang tambang yang dihasiltan dari pertambangan tanah air ini antara lain Minyak Bumi, Gas Bumi, Batu Bara, Timah, Bijih Besi, Tembaga, Mangan, Nikel, Bauksit, Emas, Perak, Aspal Alam, dan masih banyak lagi. Di Indonesia sudah banyak terdapat perusahaan tambang yang bersaing untuk melakukan penambangan di lokasi-lokasi tertentu untuk menghasilkan keuntungan yang besar. Baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil, mereka terus berusaha untuk mencari tempat-tempat strategis yang memiliki sumber daya alam sesuai jenis apa yang dicari perusahaan. Hal ini membuat masalah exploitasi di negeri ini terus bertambah, karena tidak sedikit perusahaan yang tidak memiliki izin dengan jelas dan mengikuti prosedur-prosedur yang ada. Sebagai contoh terdapat sedikitnya 386 tambang galian yang beroperasi di bantaran Sungai Batanghari. Dari jumlah itu, hanya 125 saja yang memiliki izin resmi dari pemerintah kabupaten Batanghari. Sedangkan sebanyak 261 tambang lainnya tidak memiliki izin atau ilegal. Kebanyakan tambang galian illegal itu beraktivitas menambang emas tanpa izin. Keberadaan tambang illegal ini tentu saja merugikan pemerintah. Karena, setiap pengurusan izin galian dikenakan biaya oleh pemerintah dan berlaku selama 6 bulan serta harus diperpanjang dengan nilai yang sama untuk 6 bulan berikutnya. Selain pemerintah, yang dirugikan disini adalah masyarakat, lingkungan, dan ekosistem yang ada. Karena tujuan pemerintah membuat peraturan perizinan untuk tambang salah satunya adalah agar jumlah penambang dapat di kontrol sehingga lingkungan dan ekosistem dapat terjaga.

Kejadian tersebut diatas hanyalah sebagian kecil saja, sedangkan masih banyak lagi praktek-praktek penambangan yang merugikan banyak pihak di negei ini. Salah satunya yang terbesar adalah mengenai PT Freeport Indonesia. Siapa yang tak kenal PT Freeport yang notabene sebagai perusahaan tambang besar di Indonesia. PT Freeport Indonesia merupakan potret nyata bagi sektor pertambangan di Indonesia. Keuntungan ekonomi yang dibayangkan masyarakat tidak seperti yang dijanjikan. Sebaliknya, kondisi lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi penambangan terus memburuk dan banyak menuai protes akibat berbagai pelanggaran hukum dan HAM, dampak lingkungan, serta pemiskinan rakyat sekitar. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sempat berusaha membuat laporan untuk mendapatkan gambaran terkini mengenai dampak kerusakan lingkungan di sekitar lokasi pertambangan PT Freeport Indonesia. Hingga saat ini sulit sekali bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jelas dan menyeluruh mengenai dampak kegiatan pertambangan skala besar di Indonesia tersebut. Ketidakjelasan informasi tersebut akhirnya berubah menjadi konflik yang sering berujung pada kekerasan, pelanggaran HAM, dan korbannya kebanyakan masyarakat sekitar tambang. Negara gagal memberikan perlindungan dan menjamin ha katas lingkungan yang baik bagi masyarakat, namun dilain pihak memberikan dukungan penuh kepada PT Freeport Indonesia, yang dibuktikan dengan pengerahan personil militer dan pembiaran kerusakan lingkungan.

Dampak terhadap lingkungan kegiatan pertambangan skala besar secara kasat mata pun sering membuat kalangan awan tercengang dan bertanya-tanya, apakah hukum berlaku bagi pencemar yang diklaim menyumbang pendapatan negaNegaratinya sungai Aijkwa, Aghawagon, dan Otomona, tumpukan batuan limbah tambang dan lainnya yang ditotal mencapai 840.000 ton dan matinya ekosistem di sekitar lokasi pertambangan merupakan fakta kerusakan dan kematian lingkungan yang nilainya tidak akan dapat tergantikan sampai kapanpun. Kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar PT Freeport Indonesia juga mencerminkan kondisi pembiaran pelanggaran hokum atas nama kepentingan ekonomi dan desakan politis yang menggambarkan digdayanya kuasa korporasi.
Jenis pelanggaran yang dilakukan PT Freeport Indonesia adalah pelanggaran hukum dan HAM. Pencemaran lingkungan di sekitar lingkungan pertambangan seperti matinya beberapa sungai, ratusan ribu ton tumpukan limbah dan matinya ekosistem di sekitar lokasi pertambangan. Pelanggaran HAM seperti pemiskinan rakyat sekitar. Pelaku dari pencemaran lingkungan dan pelanggaran HAM ini adalah PT Freeport itu sendiri. Pemerintah sudah memberikan peraturan lingkungan kepada PT Freeport namun PT Freeport telah gagal mematuhi peraturan pemerintah untuk memperbaiki praktik pengelolaan limbah berbahaya terlepas rentang tahun yang panjang dimana sejumlah temuan menunjukkan perusahaan telah melanggar peraturan lingkungan. Kementerian lingkungan hidup tak kunjung menegakkan hokum karena PT Freeport memiliki pengaruh politik dan keuangan yang kuat pada pemerintah.

Dampak Pelanggaran PT. Freeport
Tailing sungai PT Freeport akan merusak hutan bakau seluas 21 sampai 63 km2 akibat sedimentasi. Kanal-kanal muara sudah tersumbat tailing dan dengan cepat menjadi sempit dan dangkal. Kekeruhan air muara pun telah jauh melampaui standar di Australia, sehingga dapat menghambat proses fotosintesa perairan. Logam dan tailing menyebabkan kontaminasi pada rantai makanan di muara sungai Ajkwa. Daerah yang dimasuki tailing Freeport menunjukkan kandungan logam berbahaya yang secara signifikan lebih tinggi dibanding muara-muara terdekat yang tidak terkena dampak. Logam berbahaya tersebut adalah tembaga, arsenic, mangan, timbal, perak, dan seng. Satwa liar di daerah hutan bakau terpapar logam berat karena mereka makan tanaman dan hewan tak bertulang belakang yang menyerap logam berat dari endapan tailing, terutama tembaga. Taman Nasional Lorenz yang terdaftar sebagai warisan dunia wilayahnya mengelilingi daerah konsesi Freeport. Untuk melayani kepentingan tambang, luas taman nasional telah dikurangi. Kawasan pinus pada situs warisan dunia ini terkena dampak air tanah yang sudah tercemar buangan limbah batuan yang mengandung asam dan tembaga dari tailing Freeport. Sementara, kawasan pesisir situs warisan dunia ini juga terkena dampak pengendapan tailing. Tailing tambang meliputi 230 km2 daerah, dan pada kedalaman hingga 17 meter. Daerah tailing ini kekurangan karbon organik dan gizi lainnya dan dengan kapasitas menahan air yang sangat buruk. Kawasan ada yang telah mengalami kematian tumbuhan akibat tailing tidak akan pernah bisa kembali ke komposisi spesies semula meski pembuangan tailing berhenti. Spesies asli yang bisa tumbuh kembali di tumpukan tailing tidaklah berguna bagi masyarakat setempat. Selain tidak berguna, juga tidak bisa menggantikan keberagaman spesies asli yang dulunya hidup di kawasan itu.

PT Freeport Indonesia beroperasi tanpa transparasi atau pemantauan peraturan yang layak. Tidak ada informasi atau diskusi publik tentang pengelolaan saat ini dan masa depan di tambang. Selain itu juga tidak ada pembahasan mengenai alternative pengelolaan limbah dan rencana proses penutupan tambang. Terlepas dari keharusan legalitas untuk menyediakan akses public terhadap informasi terkait lingkungan, perusahaan belum pernah mengumumkan dokumen-dokumen pentingnya. PT Freeport juga tidak pernah mengumumkan laporan audit eksternal independen sejak tahun 1999. Dengan demikian perusahaan melanggar persyaratan ijin lingkungan.

Pelanggaran yang dilakukan PT Freeport ini sudah tergolong berat dan tidak manusiawi sekali. Mulai dari pengerusakan alam, pencemaran lingkungan, merusak ekosistem, hingga pelanggaran-pelanggaran HAM terhadap warga sekitar pertambangan. PT Freeport seharusnya harus bisa menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar tambang dan itu merupakan sebuah kewajiban mutlak. Karena PT Freeport telah menggunakan sumber daya alam yang berasal dari bumi dan memanfaatkannya sebagai lahan bisnis besar. Tanggung jawab terhadap lingkungan haruslah dilakukan oleh PT Freeport Indosesia untuk menjaga keberlangsungan perusahaan dan juga keberlangsungan lingkungan yang baik tentunya. Dengan regulasinya, pemerintah seharusnya lebih menekankan untuk menjaga dan memikirkan jangka panjang dalam hal pengambilan asset nusantara ini. Selain tanah papua, Kalimantan juga sudah lama diketahui memiliki kekayaan tambang yang banyak menjadi incaran para perusahaan asing. Tidak hanya PT Freeport Indonesia saja yang harus ditangani serius, melainkan masih banyak juga perusahaan-perusahaan tambang lain yang kurang menjaga kelestarian lingkungan dan cenderung merusaknya. Hal ini banyak ditemui pada perusahaan-perusahaan tambang yang memiliki izin tidak jelas bahkan tidak mempunyai izin sama sekali.

Kasus tersebut dapat  terjadi karena kurangnya kontrol dari pemerintah terhadap pernambang-penambang yang mengadakan eksploitasi di bumi nusantara ini. Selain itu, pelaksanaan kententuan hukum yang berlaku terhadap penggalian tambang secara illegal masih setengah-setengah. Karena apa yang dilakukan oleh pelaku dapat merugikan pendapatan dalam suatu daerah dan rusaknya lingkungan. Seharusnya untuk menangani permasalahan ini peran pemerintah sangat dibutuhkan karena masalah perizinan hanya bisa dibuat oleh pemerintah atau Badan Hukum yang bersangkutan. Selain itu sosialisasi tentang bagaimana pentingnya perizinan dalam melakukan sesuatu yang berdampak pada lingkungan sangatlah penting. Sebagai penegak hukum, seharusnya masalah-masalah seperti ini harus ditangani secara serius, karena permasalahan yang berkaitan dengan penambangan baik masalah lingkungan, perizinan, maupun perusahaan tambang illegal sangat sulit ditangkap ataupun dikenali.

Sesuai dengan fungsinya, sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Nantinya, jika sebuah bisnis memiliki etika dan tanggung jawab sosial yang baik, bukan hanya lingkungan makro dan mikronya saja yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga penambang itu sendiri. Oleh karena itu, sebuah bisnis harus mementingkan yang namanya etika bisnis. Agar ketika dia menjalani bisnisnya, tidak merugikan pihak manapun. Para pelaku bisnis harus mempertimbangkan standar etika demi kebaikan dan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar